Monday, July 27, 2020

Perawatan bayi di masa pandemi

Di masa pandemi ini sering menimbulkan kekhawatiran bagi ibu hamil dan pasangannya, apakah aman melahirkan di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, seorang Bidan perlu mengetahui bagaimana penatalaksanaan bayi baru lahir di fasilitas kesehatan.
Mari kita simak video interaktif ini


Menyusui di masa pandemi


Monday, May 9, 2011

SOSIAL BUDAYA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BER KB

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama karena masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menunjukkan derajat kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi di negara ASEAN¹¬. Menurut SDKI Tahun 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup². Menurut MC. Carthy dan Maine (1992) peran determinan kematian ibu sebagai yang melatarbelakangi dan penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Salah satu determinannya adalah determinan kontekstual (contextual determinants), antara lain status wanita dalam keluarga dan masyarakat yang meliputi pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan keberdayaan perempuan. Determinan kontekstual ini erat kaitannya dengan keadaan sosial dan budaya masyarakat3.
Program keluarga berencana di Indonesia sebelum dan sesudah dilaksanakannya International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 mengalami perubahan secara nyata. Pada tahun 70-an sampai 90-an awal, pelayanan KB sangat menekankan pada aspek demografis, yaitu pengendalian angka kelahiran dimana salah satu aspek utama dalam program keluarga berencana adalah kualitas pelayanan yang diberikan. Pelayanan keluarga berencana bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui pengaturan jumlah keluarga secara terencana dalam upaya mewujudkan keluarga kecil. Keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan bila anak sudah dianggap cukup. Dengan demikian pelayanan keluarga berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama4.
Dalam masyarakat yang bertumpu pada budaya dan ideologi patriarki dengan basis dan nilai dari perempuan, kedudukan perempuan berada pada subordinat marginalis dan bahkan tidak diperhitungkan dalam konteks relasi gender. Masih dominannya suami dan adanya anggapan bahwa Keluarga Berencana adalah urusan perempuan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi. Perempuan sering sekali terabaikan haknya. Padahal itu merupakan hak yang paling hakiki, termasuk dalam keputusan menjadi akseptor.5.
Berdasarkan Minisurvei Pemantauan PUS tahun 2007, persentase KB aktif aktif terhadap PUS sebesar 65,9% (all method). Prevalensi KB di Indonesia tahun 2007 mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Bila prevalensi KB terus menurun pada waktu mendatang, maka sasaran RPJM 2004-2009 TFR 2,2 akan sulit tercapai. Pemakaian metode kontrasepsi pria masih jauh dari harapan.sasaran RPJM 2009 sebesar 4,5 persen dari total peserta KB, tampaknya sulit tercapai. Prevalensi KB pada mereka yang tidak sekolah rendah dan semakin menurun. Pada umumnya mereka miskin, perlu dicari upaya untuk meningkatkan kesertaan KB-nya. Median umur kawin pertama 20 tahun, tidak mengalami perubahan. Angka ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan, agar dapat mendukung tercapainya penurunan TFR6.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, mungkin menunjukan adanya Hubungan Antara Sosial Budaya Dengan Pengambilan Keputusan ber – KB.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menguraikan hubungan antara social budaya dengan pengambilan keputusan ber - KB
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang program Keluarga Berencana
b. Menjelaskan tentang sosial budaya
c. Menjelaskan tentang peran social budaya dalam pengambilan keputusan ber – KB

1.4. Metode
Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan

BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Deskripsi Konsep
2.1.1. Program KB
a. Definisi Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana (KB) adalah perencanaan kehamilan sehingga kehamilan itu terjadi pada waktu seperti yang diinginkan, jarak antara kelahiran diperpanjang untuk membina kesehatan yang sebaik-baiknya bagi seluruh anggota keluarga, apabila jumlah anggota keluarga telah mencapai jumlah yang dikehendaki. (WHO Technical Report Series, 1972 NO. 458 dengan perubahan)7.
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu perencanaan individu atau pasangan suami istri khusus perempuan untuk8 :
• Telah dapat melahirkan, segera setelah ia dapat haid yang pertama
• Menunda kesuburan untuk usia < 20 tahun • Menghentikan kesuburan untuk usia > 35 tahun
• Menghindari resiko paling rendah bagi ibu dan anak pada kehamilan dan kelahiran yaitu antara 20-35 tahun
• Menjarangkan kehamilan (sebaiknya menjarakkan kehamilan 2- 4 tahun).
b. Latar Belakang Program Keluarga Berencana Nasional dan Kependudukan di Indonesia8.
Secara resmi Program Nasional Keluarga Berencana mulai dilaksanakan Kepres No. 8 Tahun 1970 yang dua tahun kemudian disempurnakan Keppres No. 33 tahun 1973. Mengingat laju perkembangan program semakin pesat dan semakin luas jangkauannya maka struktur organisasi ini disempurnakan kembali dengan Keppres No. 38 Tahun 1978, yang mencakup program Kependudukan Keluarga Berencana.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang menghadapi masalah yang dewasa ini merupakan masalah dunia, yaitu masalah peledakan penduduk. Khawatir akan masalah ini, pemerintah dan masyarakat menyadari perlunya dilaksanakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Di Indonesia usaha untuk mengatasi pertambahan penduduk mulai dilakukan dengan pelaksanaan Program Keluarga Berencana disertai dengan pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang kurang padat penduduknya (transmigrasi)
Ciri-ciri kependudukan di Indonesia :
• Jumlah penduduk yang besar
• Pertumbuhan penduduk yang cepat
• Penyebaran yang tidak merata
• Struktur umur penduduk yang muda
• Tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Garis-garis Haluan Negara (GBHN) Tap MPR No. IV/MPR/1978 ditemukan bahwa kebijaksanaan kependudukan perlu dirumuskan secara nasional dan menyeluruh serta dituangkan dalam program-program kependudukan yang terpadu. Kebijaksanaan kependudukan yang perlu ditangani antara lain :
• Pengendalian kelahiran
• Penurunan tingkat kematian, terutama kematian anak-anak
• Perpanjangan harapan hidup
• Penyebaran penduduk yang seimbang dan merata
• Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja

c. Program Keluarga Berencana di Indonesia8.
Program Keluarga Berencana merupakan usaha langsung yang bertujuan mengurangi tingkat kelahiran melalui penggunaan alat kontrasepsi. Berhasil tidaknya Program Keluarga Berencana akan menentukan pula berhasil tidaknya usaha mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Pertambahan penduduk yang cepat, yang tidak seimbang dengan peningkatan produksi, akan mengakibatkan kegelisahan dan ketegangan-ketegangan sosial dengan segala akibatnya yang luas.
Program Nasional Keluarga Berencana terdiri dari :
• Pendidikan dan penerangan kepada masyarakat
• Pendidikan dan latihan petugas pelaksana program KB
• Pelaksanaan pelayanan KB yang terdiri dari; nasehat perkawinan, pelayanan kontrasepsi dan pengobatan kemandulan
• Penelitian dan penilaian program
• Pencatatan dan pelaporan

d. Tujuan dan Sasaran Program Keluarga Berencana8
1. Tujuan :
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan keluarga kecil yang bahagia, sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran, sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertambahan penduduk di Indonesia.
2. Tujuan Khusus :
• Penurunan fertilitas melalui pengaturan kelahiran dengan pemakaian alat kontrasespi
• Penurunan angka kematian ibu hamil dan melahirkan
• Penurunan angka kematian bayi
• Penanganan masalah kesehatan reproduksi
• Pemenuhan hak-hak reproduksi
3. Sasaran Langsung
a) PUS : agar menjadi pasien KB aktif sehingga memberikan efek langsung penurunan fertilitas.
b) Sasaran tidak langsung :
• instansi pemerintah (Pemda, Dinkes, Depag, Diknas, Koperasi & UKM, Deptan, dll)
• organisasi kemasyarakatan (PKBI, MUI, LKAAM, Bundo Kanduang, PKK, Dharmawanita, Muhammadiyah, dll)
• organisasi profesi (IDI, IBI, ISFI)
• organisasi pemuda (KNPI, Karang taruna, remaja dll)
• tokoh masyarakat dsb.

e. Ruang Lingkup Program KB8
• Kehamilan
• Bayi
• Kanak-kanak
• Remaja
• PUS
• Pasca PUS
• Lansia

f. Manfaat Keluarga Berencana terhadap Pengendalian Penduduk (Bangsa dan Negara)8
• Program Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan kependudukan yang merupakan bagian yang terpadu dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta mencipatakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.
• Manfaat Keluarga Berencana bagi kepentingan nasional adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
• Meningkatkan taraf hidup rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk sebanding dengan peningkatan produksi.

g. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Indonesia berpijak pada dua landasan8 :
1. Prinsip kepentingan nasional
2. Prinsip sukarela, demokrasi dan menghormati hak azazi manusia.
Karena berpijak pada prinsip sukarela maka usaha yang dilakukan merangsang minat masyarakat terhadap pelaksana Keluarga Berencana. Adapun usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui pendidikan, penyuluhan dan pendekatan medis. Kegiatan penerangan dan penyuluhan ditujukan pada masyarakat umum agar setiap anggota masyarakat memiliki pengertian dan rasa tanggung jawab akan terciptanya keluarga sejahtera dengan menerima norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS).


h. Perkembangan Program KB di Indonesia8
Dua inti pokok mengapa BKKBN di adakan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan jalan Keluarga Berencana (KB). Jadi dua kata kunci : kualitas manusia dan KB. Kualitas manusia dipengaruhi oleh pendidikan, kesehatan, dan sosial-ekonomi. Pendidikan dapat secara formal di sekolah dan non formal di keluarga dan masyarakat. Kesehatan meliputi kesehatan lahir, spiritual, dan emosional. Kesehatan lahir tergantung pada ketersediaan pangan, sandang dan papan.
Manusia miskin di Indonesia cukup banyak tergantung kriteria mana yang mau di pakai, kriteria BPS, kriteria Bank Dunia atau kriteria yang lain. Dari berbagai kriteria dapat diestimasi jumlah penduduk miskin antara 20- 50 % penduduk Indonesia. BKKBN sukses sampai tahun 2000. Sejarah sukses ini diakui oleh seluruh dunia. Sukses paling besar adalah bukan hanya kenaikan jumlah penduduk yang dapat dikendalikan, tetapi perubahan budaya dalam menyikapi masalah kualitas hidup keluarga atau kualitas hidup anak. Tahun 2000- 2020 ini kita memetik hasil dari kerja keras BKKBN Jumlah orang yang produktif cukup besar, usia prareproduktif terkontrol karena angka kelahiran dapat ditekan, sedang usia pasca produktif relatif lebih kecil. Masa inilah kesempatan paling baik untuk membangun negeri ini.



i. Metode – Metode Keluarga Berencana di Indonesia9
Metode-Metode Keluarga Berencana Sesuai dengan berubahnya visi dan misi program Keluarga Berencana yang disesuaikan dengan GBHN 1998 maka kebijakan program Keluarga Berencana yang ditempuh adalah mewujudkan keluarga yang berkualitas 2015. Dengan visi dan misi ini ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk menyelematkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran terlalu dekat dan melahirkan di usia terlalu tua.
Kebijaksanaan yang ditempuh dengan tiga fase yakni :
• Fase menunda/mencegah kehamilan bagi pasangan usia subur dengan usia istri dibawah usia dua puluh tahun.
• Fase menjarangkan kehamilan periode usia istri antara 20–30 tahun merupakan periode usia yang paling baik
• Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Periode umur istri di atas tiga puluh tahun, terutama di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai dua orang anak (Hartanto. 2003. hlm. 30).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dengan sel sperma,maka kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dan sel spermatosoa. (Hartanto. 2003. hlm. 37).

j. Syarat-syarat Kontrasepsi :
Sasaran Akseptor Keluarga Berencana adalah :
• Pasangan Usia Subur yang menyusui,
• Pasangan Usia Subur yang belum berkeluarga berencana.
Syarat Akseptor Keluarga Berencana adalah :
• Tidak ingin hamil dalam jangka waktu yang lama
• Pengambilan keputusan diri dan persetujuan suami (Mochtar. 1998. hlm. 127).
Syarat Kontrasepsi :
• Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya,
• Efek samping yang merugikan tidak ada,
• Lamanya kerjanya dapat di atur sesuai keinginan,
• Tidak mengganggu hubungan persetubuhan,
• Tidak memerlukan bantuan medis atau control yang ketat,
• Selama pemakaiannya
• Cara penggunaannya sederhana,
• Harganya murah agar dapat dijangkau masyarakat luas, dan,
• Dapat diterima oleh pasangan suami-istri.

k. Alat-Alat Kontrasepsi.
Alat kontrasepsi yang tersedia di pasaran saat ini sangat beragam, baik pemakaian bahan baku dan bentuk. Dimana perbedaannya tergantung dari caraa kerja masing-masing alat (Indiarti. 2007. hlm. 236).
• Pil KB adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan, mengandung hormone estrogen dan progesteron atau hanya mengandung hormone progesteron saja (BKKBN. 1999,. hlm. 10). Pil adalah kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dengan cara meminum pil setiap hari secara teratur, kontrsepsi untuk mencegah kehamilan dengan cara meminum pil setiap hari secara teratur (Indiarti, 2007.)
• Metode suntikan menjadi bagian gerakan Keluarga Berencana serta peminatnya makin bertambah, lebih aman, sederhana, efektif, tidak adanya gangguan (Manuaba.1998. hlm 130).
• Metode Susuk; alat kontrasepsi ini dibuat dari bahan silastik sejenis plastik dan tidak mengandung logam. Berbentuk tabung silinder berisi hormone seperti suntikan atau pil kb. Isu bahwa pemakai susuk mudah terkena sambaran petir sama sekali tidak benar karena tidak mengandung logam. Akan tetapi diakui kurang populernya susuk KB karena alat kontrasepsi yang satu ini relatif mahal dibanding alat lainnya. Sekarang ini ada dua macam susuk, yaitu dengan masa pemakaian lima tahun yang terdiri dari enam buah dan masa pemakaian tiga tahun yang hanya terdiri dari satu buah susuk (Indiarti. 2007. hlm. 239).
• IUD (Intra Uterine Device) atau spiral adalah plastik yang lentur dan mempunyai benang, sebagian mempunyai lilitan tembaga namun ada juga yang tidak logam, dan ada yang mengandung hormon. Alat ini dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina (Indiarti. 2007. hlm. 241). Efek samping yang dapat ditimbulkan perdarahan, rasa nyeri, leukorea, ekspulsi, perforasi, dan translokasi (Siswosodarmo, 2007).
• Kondom, yaitu kandung karet yang dipasang pada penis yang ereksi sebelum ejakulasi. Dikemas dengan pelumas kontraseptif, dan sebagian diolah dengan obat spermatisida yang ditambah pada permukaannya. Kelemahannya ketergantungan coitus, kadang-kadang hipersensitifitas terhadap karet atau minyak pelumas. Keuntungannya tersedia secara luas dan kemungkinan tercegahnya penyakit yang ditularkan lewat kontak seksual. (Hacker. 2001. hlm. 280).
• Spermatisida adalah zat kimia yang dapat melumpuhkan sampai mematikan spermatozoa yang digunakan menjelang hubungan seks. Setelah pemasangan 5-10 menit hubungan seks dapat dilakukan dengan spermasida dapat berfungsi.
• Vasektomi merupakan kontap atau metode operasi pria, dengan jalan memotong vasdeferen sehingga saat ejakulasi tidak terdapat spermatozoa dalam cairan sperma. Setelah menjalani vasektomi tidak segera akan steril tetapi memerlukan sekitar dua belas kali ejakulasi, baru sama sekali bebas dari spermatozoa. Oleh karena itu diperlukan penggunaan kondom selama dua belas kali sehingga bebas untuk melakukan hubungan seks. (Manuaba, 1999).
• Tubektomi adalah kontrasepsi permanen pada wanita. Caranya dengan mengikat atau memutus kedua saluran telur. Sehingga sperma yang masuk tidak bisa bertemu dengan sel telur. Ada dua cara dalam tubektomi, yakni: Tubektomi hanya diizinkan pada pasangan suami istri yang sudah anak setidaknya dua orang dan istrinya masih dalam usia reproduksi panjang (Indiarti. 2007. hlm. 248).

l. Masalah-masalah dalam gerakan keluarga berencana
Adapun masalah –masalah yang menjadi kendala atau hambatan gerakan keluarga berencana, yaitu :
• Jumlah angkatan remaja yang besar memasuki pasangan usia subur dan segera menjadi pasangan suami istri
• Tertundanya perkawinan mencapai umur sekitar dua puluh tahun dan pesatnya informasi masalah seksual menimbulkan dampak peningkatan hamil yang tidak dikehendaki
• Keinginan akan jenis kelamin yang dikehendaki
• Keluarga kecil yang kesepian dan ingin mempunyai anak lagi
• Usia harapan hidup makin panjang.
• Pengambilan keputusan masih didominasi laki - laki

2.1.2. Gambaran Sosial Budaya di Indonesia
Ada tiga sistem budaya di Indonesia yakni patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Indonesia termasuk Negara yang berpaham budaya dan berideologi patriarki yang masih kental dan mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Budaya patriarki adalah keadaan hukum adat yang memakai nama bapak dan hubungan keturunan melalui garis kerabat pria/bapak. Berikut ini Penulis akan membahas secara tentang budaya patriarki dan proses pengambilan keputusan dalam budaya patriarki.
a. Budaya Patriarki4
1) Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yakni buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi akal ” ( Hartomo et. al 2008, hlm. 38 ). Dalam bahasa Belanda, kebudayaan adalah cultuur dalam bahasa Inggris adalah culture dan bahasa Arab Tsaqafah yang diadopsi dari bahasa latin yakni colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dan berkembanglah cultur sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Prasetya. 2004. hlm 28).
Sumardi memberikan batasan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (Hartomo et. Al. 2008, hlm. 38). Culture is that complex whole wich includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities acquired By man as a member of society. Yang maksudnya kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat istiadat dan kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. (Taylor, E. B. 1983, Prasetya, 2004. hlm. 29).
Menurut Gazalba kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu (Prasetya. 2004. hlm. 30).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebudayaan adalah: (1) Hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. (2) Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya untuk menjadi pedoman tingkah laku. (Salim. 2001).

2) Budaya Patriarki
Patriarki adalah sistem pengelompokan masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki. Patrilineal adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak (Sastryani. 2007. hlm. 65). Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi (Pinem. 2009. hlm. 42).
Di negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Bila dilihat dari garis keturunan, masyarakat Sumatera Utara lebih cenderung sebagai masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan). Contoh suku yang menganut faktor budaya patriarki adalah Batak, Melayu dan Nias (Syukrie, 2003,¶ 2, http://www.Glosarium-. Syukrie.com, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009 ).
Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki sebagai landasan ideologis, pola hubungan gender dalam masyarakat secara sistematik dalam praktiknya dengan pranata- pranata sosial lainnya. Faktor budaya merupakan salah satu penyebeb meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan terlalu diprioritaskannya lak-laki (maskulin). Perbedaan jender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan jender. Namun ternyata perbedaan jender baik melalui mitos-mitos, sosialisai, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan. Pada masyarakat patriarki, nilai-nilai kultur yang berkaitan dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidaksetaraan jender menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil (Widiant. 2005. hlm. 10). Sikap masyarakat patriarki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak kekerasan yang menimpa perempuan. Sering dijumpai masyarakat lebih banyak komentar dan menunjukkan sikap yang menyudutkan perempuan (Manurung. 2002. hlm. 83).
Yang mengakibatkan timbulnya ketimpangan pada budaya patriarki adalah : Maskulinitas adalah stereotype tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminitas sebagai steretotype perempuan maskulin bersifat jantan jenis laki-laki. Maskulinitas adalah kejantanan seorang laki-laki yang dihubungkan dengan kualitas seksual. (Sastriani. 2007. hlm. 77). Hegemoni dalam laki-laki dalam masyarakat tampaknya merupakan fenomena universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat manapun di dunia, yang tertata dalam masyarakat patriarki. Pada masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan superior terhadap perempuan di berbagai sektor kehidupan baik domistik maupun publik. Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama, hukum tersosialisasi secara turun-menurun dari generasi ke generasi. (Darwin. 2001. hlm 98).
Laki-laki juga cenderung mendominasi menyubordinasi dan melakukan deskriminasi terhadap perempuan. Dikarenakan patriarki merupakan dominasi atau kontrol laki-laki atas perempuan, atas badannya, seksualitasnya, pekerjaannya, peran dan statusnya, baik dalam keluarga maupun masyarakat dan segala bidang kehidupan yang bersifat ancolentrisme berpusat pada laki-laki dan perempuan (Manurung. 2002. hlm. 95).
Darwin (2001, hlm.3) mengemukakan bahwa timbulnya kemaskulinitasan pada budaya patriarki karena adanya anggapan bahwa laki-laki menjadi sejati jika ia berhasil menunjukkan kekuasaannya atas perempuan. Sementara itu dalam budaya patriarki pola pengasuhan terhadap perempuan juga masih didominasi dan penekanan pada pembagian kerja berdasarkan jender (Sihite. 2007. hlm. 6).
Maskulinitas juga tampak dalam kelahiran, tindakan-tindakan masyarakat yakni dalam upacara kelahiran bayi (Jagong), kalau bayinya perempuan maka pemberian hadiah lebih sedikit kalo bayinya laki-laki. Banyaknya anak gadis usia sekolah putus sekolah disebabkan orangtuanya lebih memprioritaskan anaknya laki-laki karena pemikiran anak laki-laki nantinya harus menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah. Dalam mengerjakan pekerjaan rumah anak laki-laki mendapat bagian yang sedikit dari perempuan karena perempuan diwajibkan melayani dan mengerjakan pekerjaan rumah dan membersihkan rumah. Sehingga pengharapan mempunyai anak laki-laki tampak sangat jelas daripada perempuan pada unsur-unsur budaya patriarki (Widianti,. 2005. hlm. 33).

3) Pengambilan keputusan
Keputusan adalah suatu reaksi terhadap solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau irasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah (¶ 4, http://www.teorikeputusan.co.id, diperoleh tanggal 20 januari 2008).
Kesejahteraan jender salahsatunya dapat diukur dari kesamaan hak pengambilan keputusan (Darwin. 2001. hlm. 88) dan masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan termasuk dalam mengambil keputusan dalam Keluarga Berencana (¶4, http://www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 06 februari 2008). Perempuan berada di strata bawah sehingga takut otonominya berbeda dalam keluarga sedangkan pengertian otonomi adalah kemampuan untuk bertindak melakukan kegiatan, mengambil keputusan untuk bertindak atas kemauan sendiri (Widianti. 2005,. hlm. 213).
Pada program keluarga berencana, perempuan harus diposisikan sebagai subjek, dan dengan demikian hak-hak reproduksinya termasuk hak dalam pengambilan keputusan harus dihargai. Dalam hal ini otoritas dalam pengambilan keputusan masihlah berada pada suami. Salah satu indikasi dari lemahnya posisi perempuan dimasyarakat adalah dari tingkat perlindungan terhadap perempuan dalam proses reproduksi di Indonesia belum cukup (Darwin. 2001. hal. 125).

2.2. Analisis / Pembahasan
Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adat - istiadat dan kemampuan-kemampuan lain untuk keperluan masyarakat. Patriarki itu sendiri didominasi laki–laki dari pada perempuan sehingga peran perempuan terkotak, dan laki–laki bermonopoli akan seluruh peran. Perkembangan peradaban di dunia Barat dan Timur yang semula tumbuh dalam budaya dan ideologis patriarki, telah meninggalkan dampak negatif di berbagai aspek dan struktur kehidupan manusia yang mengakibatkan adanya berbagai ketimpangan termasuk diantaranya ketimpangan gender. Ketimpangan hubungan dalam keluarga tampak melalui pengaturan kehamilan. Menerima atau tidaknya untuk menjadi akseptor keluarga berencana (KB) lebih sering ditentukan oleh suami, yang mengijinkan isterinya menjadi akseptor.
Pada program Keluarga Berencana, masalah yang paling menonjol yang berhubungan dengan kebudayaan patriarki salah satunya hak–hak perempuan yang belum mendapatkan akses dan peluang yang layak. Ini terbukti bahwa 99,1% peserta Keluarga Berencana adalah perempuan, dan kesertaan pria sangatlah rendah (1,1%) tetapi kontrolnya terhadap pengambilan keputusan perempuan ber-KB sangat tinggi. Akseptor KB Pria di Indonesia jika dibandingkan dengan negara–negara lain seperti Malaysia (1,6%), Iran (13%), Bangladesh (14%), USA (35%) bahkan Jepang (80%) pada tahun 2003.
Dari hasil penelitian Sriudayani tahun 2003 yang dilakukan pada tiga provinsi yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu ditemui bahwa masih terbatasnya pada pengambilan keputusan di dalam keluarga atau urusan domestik keluarga, sedangkan suami masih sebagai pengambil keputusan yang dominan serta mempunyai anggapan suamilah yang harus dihormati yang sudah berlaku umum dalam masyarakat9. Dan ini berbeda sekali dengan pelayanan KB bermutu seperti yang direncanakan. Dimana pelayanan KB bermutu ialah pelayanan KB yang memungkinkan klien secara sadar dan bebas memilih cara pengendalian kelahiran yang diinginkan, aman, serta memuaskan kebutuhan pria dan wanita.
Perempuan tidak mempunyai kekuatan dalam penentuan metoda kontrasepsi yang diinginkan yang dikarenakan ketergantungan kepada keputusan suami, selain itu keputusan laki-laki dalam program keluarga berencana sangat kecil, namun control perempuan dalam hal memutuskan untuk berk-KB sangat dominan (Pinem. 2009. hlm. 45). Ketimpangan yang ditimbulkan tersebut dapat mempengaruhi masalah kesehatan reproduksi9.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Lingkungan VI Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2009 mayoritas penduduknya berpaham patriarki yakni bersuku Batak Karo, dan Jawa serta tidak ditemukannya pria sebagai akseptor keluarga berencana, setelah dilakukan wawancara terhadap sepuluh WUS tentang indicator pengambilan keputusan dalam mengikuti program KB. Hasil survey menunjukkan bahwa terdapat 70% responden mengatakan bahwa suami menentukan dan memutuskan istri menjadi peserta KB atau tidak, sedangkan 30% responden mengatakan bahwa menjadi peserta KB atas keputusan dan inisiatif sendiri sebagai istri. Kondisi ini menggambarkan bahwa paham budaya patriarki masih dan sangatlah kental. Terhadap variabel keluarga berencana seluruh responden mengetahui bahwa kontrasepsi merupakan cara pencegahan kehamilan yang belum dikehendaki, dan 50% yang mengetahui jelas jenis kontrasepsi responden mengetahui jenis alat kontrasepsi, mengenai diperoleh tanggal 20 Oktober 2009). Bahwa pria dapat juga berperan sebagai akseptor terdapat 60% yang mengetahuinya, dan 70% diantaranya tidak menginginkan jika suaminya dijadikan sebagai akseptor keluarga berencana9.









BAB III
PENUTUP


3.1. Simpulan
Peran perempuan masih terbatas pada pengambilan keputusan di dalam keluarga atau urusan domestik keluarga, sedangkan suami masih sebagai pengambil keputusan yang dominan serta mempunyai anggapan bahwa suamilah yang harus dihormati dalam pengambilan keputusan karena sudah berlaku umum dalam masyarakat serta dianut secara turun menurun sebagai kepala keluarga. Sedangkan pendidikan formal maupun tidak formal sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam keluarga dimana perempuan yang bekerja membantu ekonomi keluarga yang diharapkan tidak diprioritaskan pendidikannya.
Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius serta budaya, tingkat pendidikan, persepsi mengenai risiko kehamilan, dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode, karena hal ini dapat membawa dampak pada makin rendahnya cakupan pelayanan KB yang pada akhirnya meningkatkan AKI di Indonesia.
3.2. Saran
3.2.1. Bagi Penulis
Sebagai sarana pengembangan diri dalam peningkatan pengetahuan yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan.
3.2.2. Bagi Masyarakat terutama PUS
Sebagai penambahan serta peningkatan informasi pengetahuan PUS tentang budaya patriarki dan Keluarga Berencana, serta hak reproduksi terhadap pengambilan keputusan menjadi akseptor keluarga berencana.
3.2.3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan tambahan pengetahuan bagi para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan tentang hubungan budaya Patriarki terhadap pengambilan keputusan menjadi akseptor keluarga berencana.
3.2.4. Institusi BKKBN
Sebagai bahan informasi dalam melakukan KIE / konseling kepada akseptor/calon akseptor di masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA


1. Manuaba, cs. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
2. Sulani F. 2009. Buku KIA.. Jakarta : Dirbinkes Anak - Depkes RI
3. Prima Y, 2005. Skripsi : Hubungan Antara Faktor Sosial Budaya dengan Kematian Maternal di Kabupaten Sikka Provinsi NTT: UGM, Yogyakarta.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19265/5/Chapter%20I.pdf, tanggal download 10/08/2010.
5. Abrar A.N dan Tamtiara Wini. 2001. Konstruksi Seksual Antara Hak dan Kekuasaan. Yogyakarta : UGM
6. Kasmiyati. Hasil Sementara Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei Indonesia 2007. Jakarta : Puslitbang Kb Dan Kesehatan Reproduksi, 2008.
7. www.bkkbn.go.id/Webs/DetailProgram.php tanggal download 10/08/2010
8. httpyasirblogspotcom.blogspot.com/.../ilmu-sosial-budaya-dasar, tanggal download 10/08/2010
9. http://www. bkkbn – hasil penelitian.go.id, tanggal download 11/8/2010
10. Manuaba, cs. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
11. http://www.lusa.web.id/perkembangan-kb-di-indonesia/ tanggal download 10/8/2010.
12. BKKBN, 2003, Bunga Rampai : Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender Dalam Program Pembangunan Nasional, UNFPA, BKKBN, Jakarta
13. Wahid Abdurahman, cs. 1996. Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender. Yogyakarta : UGM dan Pustaka Sinar Harapan
14. Marcelien Dj.Ratoe Oedjo. 2005. Kaukus Pemberdayaan Perempuan Nusa Tenggara Timur. Kupang : Biro Pemberdayaan Perempuan.
15. Wiknyosastro, saifudin & rachimhadhi. 2000. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Monday, May 2, 2011

CARA POSTING FILE PDF

1. Kunjungi website www.scribd.com
2. Klik Sign Up untuk mendaftar, Masukkan data diri Anda.
3. Masuk ke akun e-mail Anda. Buka e-mail dari Scribd berjudul "Verify your e-mail address", klik link yang tersedia dan loginlah
4. Pada Step 1 - Choose Documents to Upload, klik browse untuk memilih dokumen PDF Anda di komputer, Klik "Upload"
5. Pada halaman "Describe Your Document", isilah isian dari judul dokumen hingga keywordnya, klik "Save"
6. Selanjutnya pada halaman "Share Your Document", gulung halaman ke bawah, pada pilihan "Share This Document", klik button" Embed Code"
7. Masuk ke Akun Blogger Anda.
8. Klik "Buat Entri", klik Tab "Edit HTML", masukkan kode dari Scribd tadi dengan menekan Ctrl + V
9. Hasilnya, dokumen PDF Anda akan termuat dalam postingan Blogger Anda. Anda tinggal menerbitkan entri/postingan Anda.
Selamat Mencoba.